Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Teruslah mengetuk!

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 April 2010

Diterjemahkan dari The Christian Science Journal edisi Januari 2010


Saat pertama kali saya belajar mengetahui dalam Ilmupengetahuan Kristen bahwa ciptaan Allah sepenuhnya bersifat  rohaniah,  saya menduga bahwa diperlukan disiplin—pembelajaran, doa, dan praktek secara terus-menerus—untuk membuktikan setahap demi setahap,  bahwa saya tidak bersifat kebendaan, atau hidup di dalam zat. Ternyata  dugaan saya benar. Dan yang pasti, hal ini merupakan pekerjaan yang terus-menerus harus saya lakukan. Meskipun demikian saya percaya, bahwa jika kita terus memanjatkan doa di atas dasar seperti itu, yakni menerapkan hukum-hukum Allah untuk mengatasi berbagai tantangan hidup, maka kita akan mendapatkan kesembuhan yang kita inginkan.

Kadangkala kita perlu memiliki kegigihan dalam menerapkan asas-asas hukum rohaniah, seperti seorang ahli matematika bertekun memecahkan soal matematika yang sulit. Jika ahli matematika tersebut tidak memperoleh kamajuan yang cepat, apakah ia akan berpikir bahwa asas-asas matematika itu tidak berlaku? Atau berpikir bahwa asas-asas tersebut dulunya berlaku,  tetapi sekarang tidak?  Atau, bahwa untuk orang lain asas tersebut berlaku tetapi tidak untuk dirinya? Tentu saja tidak.  Apakah ahli matematika tersebut akan mencari semacam matematika alternatif? Tidak, ahli matematika tersebut akan bekerja terus sampai dia berhasil menerapkan asas-asas matematika dan menemukan jawabannya.  Dalam karya utamanya, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, Mary Baker Eddy menulis, “Ilmupengetahuan Kristen bukanlah suatu pengecualian terhadap aturan umum, bahwa kita tidak mencapai keistimewaan dalam arah yang mana juapun tanpa langsung bekerja menuju tujuan itu” (hlm. 457).

Saya tahu, bahwa diperlukan doa yang langsung tujuan, jika saya menginginkan terobosan yang besar dan kemajuan yang bermakna dalam pemahaman saya bahwa ciptaan bersifat rohaniah, dan bahwa Allah adalah Asas ilahi yang memerintahi ciptaan itu. Mary Baker Eddy menjelaskan bahwa kegiatan Asas ilahi ini menyembuhkan, saat ia menulis, “Penyembuhan jasmaniah dalam Ilmupengetahuan Kristen, sekarang ini sebagai pada masa Yesus, adalah akibat pekerjaan Asas ilahi, dan di hadirat Asas ini dosa dan penyakit kehilangan kesejatiannya dalam kesadaran insani dan lenyap sama wajarnya dan sama pastinya seperti kegelapan meluangkan tempat kepada terang dan dosa kepada pembaharuan” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. xi).

Di manakah Allah, Asas ilahi, bekerja? Pada tubuh? Tidak, di dalam kesadaran manusia.

Bertahun-tahun yang lalu, saat masih kuliah, saya mempunyai pengalaman yang menjelaskan hal ini. Saya mengalami kecelakaan yang berat. Tulang selangka saya patah dan pundak saya cedera. Saya memutuskan untuk sepenuhnya mempergantungi doa Ilmupengetahuan Kristen untuk memperoleh kesembuhan. Dan saya terus-menerus

mempelajari Alkitab dan buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan—meskipun saya sangat kesakitan—selama  lebih dari 12 jam sehari. Saya tidak melihat jam untuk mengetahui sudah berapa lama saya belajar. Saya hanya mendambakan untuk mengatasi masalah tersebut melalui doa dan tidak mempedulikan berapa lama waktu telah berlalu. Saya tahu bahwa ada kaitan yang penting antara kebebasan saya dari rasa sakit dan bekerjanya Asas ilahi dalam pikiran saya.

Saya tidak dengan serta merta mendapat ilham yang mengubah  hidup  saya atau pencerahan yang menakjubkan. Tetapi saya ingat suatu perumpamaan yang diceriterakan Yesus kepada para pengikutnya.  Andaikata  Anda mengetuk pintu rumah seorang teman di tengah malam, ingin meminjam tiga ketul roti, karena Anda kedatangan tamu dan tidak mempunyai sesuatu pun untuk menjamunya.  Lalu tanpa membuka pintu, teman Anda berteriak agar Anda tidak mengganggunya. Hari sudah malam, rumahnya sudah terkunci, anak-anaknya sudah tidur. Tetapi Anda sadar betapa pentingnya mendapatkan makanan, oleh karena itu Anda terus mengetuk. Yesus menjelaskan bahwa meskipun teman Anda tidak mau membukakan pintu hanya karena Anda temannya, dia akan bangun dan memberikan  sebanyak yang Anda perlukan karena “kegigihan” Anda. Lalu Yesus membandingkan hal tersebut dengan datang kepada Allah dalam doa, “Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (lihat Lukas 11:5-10).

Kegigihan berarti suatu permintaan atau tuntutan yang mendesak dan pantang berhenti. Perumpamaan tersebut mendorong saya untuk tidak  berhenti dalam doa saya, dengan teguh mencari dan memohonkan ide-ide rohaniah yang saya perlukan. Saya memahami bahwa saya tidak boleh menyerah. Masalah tersebut tidak akan terselesaikan dengan sendirinya. Saya harus terus mengetuk, dan tidak patah semangat. Secara tidak henti-hentinya  saya berupaya untuk sungguh-sungguh menyadari kehadiran Asas ilahi yang penuh kasih.

Setelah beberapa hari, akhirnya saya mulai “paham.” Pintu pikiran saya mulai terbuka, dan saya mendapatkan ilham yang saya perlukan. Hal itu membuahkan kesembuhan yang sempurna pada tulang selangka saya, dan  rasa sakit itu sama sekali hilang dan saya bebas menggerakkan bagian tubuh yang sebelumnya cedera.

Apakah yang perlu saya pahami? Bahwa saya saat itu (dan sekarang pun) bersifat rohaniah sepenuhnya.

Tentu saja saya sering mendengar banyak orang mengatakan, “Ciptaan Allah bersifat rohaniah.”  Saya tahu Alkitab menyatakan hal itu. Saya sering membacanya dalam buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan.  Saya telah menyampaikan konsep ini kepada orang lain dengan sukacita, bahkan dengan bangga berpikir bahwa saya benar-benar memahami artinya. Tetapi jauh di lubuk hati, konsep saya tentang diri saya sendiri mencakup suatu pemahaman salah yang mendasar—bahwa manusia diciptakan dari zat tetapi ada sifat-sifat rohaniah yang tercampur di dalamnya. Betapa keliru konsep saya itu! Ciptaan Allah—sebagaimana Roh itu sendiri—sama sekali tidaklah dibatasi atau disandera oleh zat. Kita sama sekali bersifat rohaniah karena kita adalah konsep pikiran, bukan akan zat, tetapi akan Roh.

Penyembuhan bukanlah memperbaiki tubuh kebendaan melalui doa. Penyembuhan melibatkan penemuan fakta bahwa kita sejak semula tidak pernah bersifat kebendaan dan rentan terhadap keadaan fisik yang kurang menguntungkan. “Allah menciptakan semua bentuk kesejatian. PikiranNya adalah kesejatian rohaniah” demikian dijelaskan dalam buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan (hlm. 513).  Saya harus sepenuhnya terbuka terhadap kemungkinan bahwa saya 100 persen bersifat rohaniah.

Pada hari yang sama saya menemukan anjuran dalam Alkitab agar kita bersedia “beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan” (2Kor 5:8). Saya sadar sudah saatnya saya menerima dengan sepenuh hati, bahwa identitas saya yang bersifat rohaniah sesungguhnya adalah satu-satunya identitas saya. Bersediakah saya  meninggalkan kebiasaan untuk mengidentifikasi diri dengan tanggal pada akta kelahiran yang mencantumkan nama saya? Bersediakah saya meninggalkan cara orang lain mengidentifikasi saya secara fisik? Apakah saya sungguh-sungguh bersedia berpaling dari kefanaan? Saya benar-benar bersedia.

Dan akankah saya kehilangan apa yang saya sukai mengenai dunia ini? Ternyata, saya tidak kehilangan sesuatu pun yang saya sukai. Meskipun saya terlihat sama bagi teman-teman saya dan melakukan jenis kegiatan yang sama seperti  yang selalu saya lakukan, saya melihat diri saya dan dunia ini lebih sebagai ide-ide rohaniah dan kurang sebagai obyek kebendaan.  Kebaikan serta pernyataan Allah, yang nyata dalam ciptaanNya yang sempurna, menjadi jauh lebih sejati dan indah bagi saya.

Meskipun kesembuhan ini memerlukan upaya yang terus-menerus selama tiga hari dan tiga malam yang panjang, saya mengalami pergeseran yang hakiki dalam kesadaran saya, saat saya menerima sepenuhnya kesejatian akan wujud rohaniah saya. Ketika saya berpaling dari zat dan sepenuhnya berserah kepada kegiatan Asas ilahi, kecelakaan itu dan akibatnya pada tubuh saya tidak lagi sejati bagi saya.

Saya tidak akan pernah lupa, ketika secara tulus saya mengajukan pertanyaan ini pada diri sendiri, “Jika saya benar-benar sepenuhnya bersifat rohaniah, adakah kemungkinan bahwa telah terjadi kecelakaan?”  Dengan bersukacita saya menyimpulkan bahwa hal itu tidak pernah dapat terjadi. Saat itu merupakan salah satu saat yang paling jernih dan diterangi dalam hidup saya. Penderitaan dan akibat kecelakaan yang saya alami lenyap dalam sekejap. Dan sejak itu apa yang saya pahami tentang sifat ciptaan rohaniah Allah tetap menetap bersama saya.

Perumpamaan Yesus mengenai kegigihan memberi semangat kepada setiap orang yang mencari penyembuhan rohaniah untuk tetap berjuang untuk mendapatkannya. Pengajarannya telah membantu umat manusia selama berabad-abad. Pengajarannya  dimaksudkan untuk membantu Anda dan saya saat ini. Yesus bersabda, “Setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan” (Lukas 11:10). Bukan beberapa orang. Setiap orang.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.